Selasa, 05 Maret 2013

"Raising Responsible Kids" with ibu Allisa Wahid

Sabtu, 2 Maret 2013 kemaren diajak boss ikut seminar "Raising Responsible Kids" yang diadakan oleh Fastrack Funschool. Acara ini adalah salah satu dari rangkaian Parenting Class yang diadakan oleh Fastrack.
Seneng loh bisa kembali belajar setelah penat dengan rutinitas kerja yang...hmm...agak membosankan. Aku seneng bisa menimba ilmu, biar otaknya gak tumpul :) apalagi pembicaranya  mbak Allisa Wahid seorang psikolog anak mendiang Gus Dur, kebetulan aku follow dia juga di twitter, kultwit nya sangat menyenangkan di ikuti.  
Jadi tema seminar kita ini adalah "Raising Responsible Kids", ternyata ya jadi orang tua itu tidak mudah sodara, karena bagaimana karakter anak terbentuk itu tergantung banget bangaimana kita orang tua mendidik mereka, kalau aku boleh bilang : "anak itu cerminan orang tua".

Beginilah kira-kira rangkuman seminar tersebut;
Responsible berasal dari kata Respon dan Ability. Dapat diartikan dalam bahasa Indonesia : kemampuan untuk merespon. Respon tidak sama dengan Reaktif. Reaktif adalah respon yang tergantung perasaan (tidak konsisten).
Nah bagaimana melatih respon kita sehingga bukan sekedar reaktif? Ibu AH mengambil teori Victor E Frankl yaitu “Between stimulus and response there is a space.  In that space is our power to choose our response.  In our response lies our growth and our freedom.”  yang kira-kira terjemahan bebasnya adalah " Diantara stimulus (perilaku) dan respon ada jeda waktu. Dalam jeda waktu itulah terdapat power untuk kita memilih respon kita. Dalam respon kita tersebut terletak kedewasaan dan kebebasan kita.
Bingung ya? Jadi intinya, sebelum kita merespon suatu perilaku, sesungguhnya ada jeda waktu untuk kita bebas memilih reaksi kita terhadap perilaku tsb, nah respon apa yang akan kita pilih itu tergantung kedewasaan dan kebebasan kita.
Tugas kita sebagai orang tua adalah mengasah, mengajari bahkan memberi contoh anak bagaimana mengelola "jeda" waktu tersebut sehingga anak mempunyai kemampuan merespon (responability/responsible) bukan cuma menjadi anak yang reaktif.
Ada 4 cara dalam melatih, mengasah atau mengajarkan pada anak mengelola "jeda" tersebut.
1. Self Awareness (sadar diri).
Adalah kemampuan memahami kelebihan dan kekurangan diri. Self awareness memungkinkan kita untuk memahami orang lain, mengontrol emosi dan perilaku.
2. Conscience  (Hati Nurani)
Adalah kepekaan memahami benar salah. Hal ini terkait dengan sistem "nilai" yang diajarkan orang tua kepada anak.
3. Imagination
Adalah kemampuan membayangkan kondisi masa depan terlepas dari pengalaman masa lalu. Mungkin agak susah ya kalau gak di sertai contoh, jadi bisa dilihat di youtube tentang penelitian marshmallow. Disitu lah imajinasi akan menentukan respon. Anak yang dengan baik membayangkan jika dia menunggu dia akan mendapat 2 marshmallow, bukan hanya 1! Contoh lain adalah teori Suzy Welch : 10 10 10. Disaat kita akan mengambil keputusan, kita menggunakan teori ini sebagai pertimbangan, apa yang akan terjadi 10 menit kemudian, 10 bulan kemudian dan 10 tahun kemudian.
4. Independent Will (Kehendak Bebas)
Kehendak untuk bertindak sesuai dengan pertimbangan pribadinya, tidak terpengaruh faktor luar.



Memang tidak mudah mendidik anak dijaman sekarang ya. Banyak sekali faktor luar yang bisa mempengaruhi anak kita. Namun sesungguhnya peran keluarga/ orang tua sangat penting untuk menjadikan anak sebagai pribadi yang baik, berkarakter kuat, sehingga tangguh dijaman yang semakin moderen dan meng-global ini.
Satu quotation yang sangat menarik diakhir seminar;
Your action speaks louder than your voice than i could'n hear you
Menjadi orang tua adalah bagaimana kita menjadi "contoh" untuk anak kita,  tindakan kita  "berbicara" lebih keras dibandingkan dengan suara kita :)


by for now




1 komentar:

  1. indeed...
    mengelola masa jeda secara nggak sadar udah aku praktekan sejak usia mahasiswa (telat banget yo...)
    sebenernya so-so dengan istilah 'mikir dulu sebelum ngomong'.
    bayangkan/dikira-kira dulu efek apa yang bisa timbul setelah kita berkata sesuatu,
    baikkah? burukkah?
    kalau buruk, sebaiknya tidak usah kita sampaikan, rugi nggak kalau kita diam saja? kalau nggak rugi, fine... diam akan lebih baik.
    lebih baik lagi kalau bisa menyampaikan sisi positifnya saja,
    tapi bukan berarti 'asal anda senang' ya... :D


    BalasHapus